Jumat, 25 September 2015

Pantai yang Misterius dan Memukau

Selasa, 02 Juli 2013*

Sebelum melanjutkan cerita perjalanan saya dan teman-teman di Kota Gudeg, saya ingin mengulas sedikit  tentang tempat tujuan yang kami kunjungi berikutnya. Kali ini adalah Pantai Parangtritis.
Siapa sih yang tidak kenal dengan Pantai Parangtritis? Parangtritis adalah sebuah nama pantai yang lumayan fenomenal di Jogjakarta. Pantai ini lebih sering disebut dengan nama Pantai Selatan. Terletak di Desa Parangtritis, Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul, Jogjakarta, sekitar 27 kilometer sebelah Selatan Kota Jogjakarta.
Pantai Parangtritis (dokpri)
Pagi itu, 19 Juni2013, jam tujuh pagi, kami memulai perjalanan menuju Pantai Parangtritis. Dengan jalanan yang relatif datar, mobil Elf yang membawa kami, meluncur mulus ke arah tujuan. Sebenarnya, dari kota Jogja ada dua jalur menuju lokasi pantai. Jalur pertama adalah Jogjakarta – Jalan Parangtritis – Kretek – Parangtritis. Inilah jalur utama yang biasa digunakan wisatawan/pengunjung. Lalu, jalur kedua, Jogjakarta – Imogiri – Siluk – Parangtritis. Menurut Pak Sopir, jalur ini lebih jauh, tapi pemandangan yang dilalui lebih indah. Perjalanan yang seperti menaiki dan menuruni bukit akan dimanjakan oleh pemandangan areal persawahan yang luas menghijau. Belum lagi sungai yang mengalir jernih serta deretan bukit karst. Selain itu, katanya kita akan melewati lokasi makam raja-raja Imogiri. Tapi, kami memilih jalur pertama. Tak apalah, yang penting tujuannya sama. 
Sekitar satu jam berikutnya kami pun tiba di lokasi. Oh, iya... tiket masuk ke kawasan wisata ini hanya Rp3000 saja per orang. Karena kami naik mobil, maka untuk kenderaan yang kami pakai dikenakan biaya Rp1000 lagi. Tempat parkirnya juga cukup luas dan lumayan aman.
 
Lidah ombak Parangtritis itu terasa sejuk di kaki.



Tempat istirahat di tepi pantai, harganya 25 ribu. (dokpri)
Mari kita telusuri pula tentang asal muasal nama pantai tersebut. Mengapa diberi nama Parangtritis? Kata Parangtritis diambil dari kata “tumaritis” yang artinya menetes dan “parang” berarti parang. Dari kedua kata ini, maka daerah tersebut diberi nama Parangtritis yang mengandung arti air yang menetes dari batu.
Keindahan pantainya hingga saat ini masih diselimuti oleh cerita-cerita yang justru menjadi daya tariknya. Misalnya, isu tentang adanya pengunjung Pantai Selatan yang tiba-tiba hilang terseret ombak menjadi sebuah kisah yang hangat dibicarakan ketika itu. Kejadian ini lalu menguatkan mitos bahwa penguasa laut yang disebut sebagai Ratu Pantai Selatan alias Nyi Roro Kidul memiliki andil terhadap kasus hilangnya para wisatawan itu. Ratu Pantai Selatan ini pula menjadi sosok misterius yang melekat pada pantai itu. Konon kabarnya Nyi Roro Kidul suka mengambil nyawa pengunjung jika bertingkah aneh-aneh di pantai atau tidak mengindahkan kaidah alam.  
Sumber Foto: http://www.gophoto.it
Dari kenyataan yang ada, masyarakat di situ meyakini kalau Pantai Parangtritis adalah kawasan kekuasaan Nyi Roro Kidul. Mereka juga meyakini kalau Nyi Roro Kidul menyukai warna hijau maka untuk keselamatan, wisatawan yang berkunjung diharapkan tidak memakai baju berwarna hijau. Keyakinan inilah yang akhirnya banyak memberi aura misterius pada keberadaan Pantai Selatan. Hmm....
Sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang diberi akal budi, saya tak serta-merta pasrah dengan kabar-kabar yang mungkin bisa dijelaskan secara ilmiah itu. Dari browsing yang saya lakukan akhirnya terbukalah rahasia tentang mitos dan kemisteriusan itu. Sejumlah praktisi ilmu kebumian mengatakan bahwa penyebab utama lenyapnya beberapa wisatawan di pantai itu karena terseret oleh Rip Current. Penjelasan tentang Rip Current ini bisa dibaca di sini.
Baiklah, saya tak akan mengulas lebih panjang lagi tentang kemisteriusan pantai ini. Yang pasti, keindahan pantainya yang landai dan berombak itu sudah sangat memesona saya. 
Saya dan ibu-ibu majlis ta'lim Al Hidayah
Setelah puas berfoto-foto di pantai, kami pun menuju Pantai Depok. Katanya di sana banyak menyediakan ikan dan makanan laut yang segar. Kami memilih salah satu tempat makan lesehan "Bintang Laut" di pantai itu. Setelah memesan sejumlah ikan, udang, dan cumi-cumi serta menu pendukung lainnya, kami pun menunggu semua pesanan itu dimasak. Enggak usah takut dengan harga. Cukup terjangkau.



Hiii...malunya, sudah ludes baru ingat moto. :p (dokpri)
Setelah menunggu akhirnya pesanan pun siap dihidangkan. Saking lahapnya menyantap hidangan itu, saya jadi lupa mangambil foto utuhnya sebelum dimakan habis oleh kami. Hahaha.... Terlalu!
Dari Pantai Selatan, kami tak langsung kembali ke penginapan. Masih ada tempat lain yang akan kami kunjungi. Nggak usah diceritakan di bagian ini ya. Dan, terima kasih buat yang sudah mengikuti perjalanan saya dan teman-teman selama empat hari di Jogjakarta. [Wylvera W.]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...