Rabu, 23 September 2015

Grinata Adventure Menantang Adrenalin

#Repost

Ketika gunung merapi itu meletus dan memuntahkan laharnya yang panas tahun 2010 silam, saya hanya bisa menyaksikannya di tivi. Pernah terbesit di hati bahwa suatu hari nanti saya ingin sekali melihat secara langsung lokasi bencana itu. Ternyata keinginan itu akhirnya bisa tercapai.
Kaki Gunung Merapi di desa Kinahrejo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman yang dulunya merupakan permukiman penduduk itu sekarang berubah menjadi tempat wisata. Motor-motor trail yang terparkir di pinggir jalan menawarkan jasa layanan menuju lokasi sisa letusan Gunung Merapi. Tak hanya itu, puluhan mobil jip juga ikut menjual jasa off road menuju lokasi yang sama. Hampir semua mobil jip dan motor trail yang disewakan itu adalah milik warga setempat. 
Jip yang kami naiki. Foto: Pribadi
Hari Selasa, 18 Juni 2013 lalu saya dan teman-teman berkesempatan mengunjungi lokasi sisa bencana Merapi itu. Ini bagian dari perjalanan liburan kami dari Bekasi ke Jogjakarta. Sudah hampir tiga tahun bencana itu terjadi, kini yang bisa dilihat hanyalah sisa-sisa kerusakannya. Objek ini sungguh membuat rasa penasaran yang membuncah di hati saya. Sebelum menuju lokasi sisa bencana letusan Merapi, kami tiba di tempat yang merupakan titik keberangkatan Grinata Adventure. 
Masih terlihat mulus di start awal. Foto: Pribadi
Setelah sepakat, akhirnya saya dan lima teman (ibu-ibu semua lho...hehe) lainnya menyewa satu jip untuk berkeliling. Sementara tiga ibu lainnya memilih menunggu alias tak ikut bersama kami. Dari keterangan sopir jip yang membawa kami, sejak disediakannya angkutan ini, mereka kebanjiran wisatawan hingga saat ini. Ada sekitar 86 unit jip yang disediakan untuk mengantar para pengunjung yang ingin melihat lokasi paska letusan Gunung Merapi itu. “Setiap hari, jip-jip ini bisa melayani sampai sekitar lima kali perjalanan pergi dan pulang. Wisatawan yang bisa naik di atas jip sekitar 6 orang (tergantung bobotnya),” begitu ujarnya memberi informasi.
Perjalanan off road ini pun dimulai menuju Kali Opak, salah satu sungai di lereng Gunung Merapi tempat lahar mengalir. Di musim kering, kali ini kering. Hanya batuan berukuran besar dan endapan pasir Merapi berwarna hitam saja yang terhampar. Dengan kap mobil yang terbuka kami leluasa untuk mengambil foto-foto lokasi. Awalnya cukup nyaman berdiri dan membidik momen dalam jepretan kamera. Tapi, begitu memasuki jalanan yang terjal dan curam kami mulai kesuiltan mengambil gambar. Saya tak mau patah semangat. Meskipun diguncang dalam jip, saya tetap berusaha membidik semampunya. Lumayan lah hasilnya.

Jalanan yang mulai ekstrim. Foto: Pribadi

Jalan bebatuan yang membuat jip selalu berguncang keras. Foto: Pribadi
Awalnya kami memilih yang Short Route, tapi di tengah perjalanan ketika sopir menawarkan pilihan untuk menyinggahi tempat-tempat dengan medan yang lebih ekstrim, akhirnya kami menambah pilihan rute menjadi Long Route. Kami pun menyusuri Kali Gendol.
Lokasi Kali Gendol. Foto: Pribadi
Kondisi jalanan yang terjal, naik turun, curam membuat kami tak bisa duduk tenang di dalam jip. Namun, luar biasa, keinginan untuk menyaksikan kerusakan letusan merapi mengalahkan rasa mual di perut yang dikocok-kocok itu. Beberapa kali bibir kami mengucap, “Subhanallah”. Pemandangan yang terbentang di sepanjang perjalanan membuat saya merinding. Tak terbayangkan betapa paniknya warga dan porak-porandanya keadaan waktu itu. Belum lagi kerangka hewan-hewan piaraan seperti sapi dan kambing yang terlihat di beberapa titik. Rumah-rumah yang hanya tinggal kerangkanya membuat hati terenyuh.
Rumah penduduk yang terkena dampak erupsi. Foto: Pribadi

Kerangka hewan yang terkena dampak erupsi. Foto: Pribadi

Kami sempatkan untuk berhenti dan berdoa di depan beberapa reruntuhan rumah yang hangus diterpa awan panas dan lahar Merapi. Semua tinggal kerangka. Di samping rasa prihatin dan sedih melihat sisa-sisa bencana itu, hati ini juga tak lepas mengucap rasa syukur kepada Sang Khalik, karena saya masih diberi kesempatan yang jauh lebih nyaman untuk meneruskan hidup demi menyaksikan kebesaran-Nya ini.
Beberapa kali kami meminta sopir jip untuk berhenti agar kami bisa mengambil gambar lokasi. Berikutnya pemberhentian pun tiba di lokasi makam Mbah Maridjan. Selain berziarah, kami tak lupa memanjatkan doa untuk arwah beliau dan seluruh korban bencana. Di lokasi makam dan rumah Mbah Maridjan inilah pengunjung bisa meemukan informasi tentang apa yang dialami oleh Mbah Maridjan dan penduduk setempat.

Foto: Pribadi
Perjalanan dengan jip masih dilanjutkan. Kali ini kami menuju batu besar yang disebut warga sebagai Batu Alien, karena bentuk permukaan batu tersebut mirip wajah manusia yang sedang berteriak. Dari lokasi ini, Gunung Merapi terlihat jelas sekali. Kami sempatkan berfoto. 
Kawasan Batu Alien di Desa Jambu. Foto: Pribadi
Batu Alien dan saya.
Kami salah memilih waktu start, sehingga hari pun mulai gelap sementara belum semua tempat kami kunjungi. Sebaiknya lebih pagi, agar lebih panjang waktu yang bisa dipakai menelusuri lokasi. Sebelum benar-benar gelap, sopir jip kembali membawa kami ke lokasi berikutnya. Perhatian saya langsung tersedot ketika melihat rumah seorang penduduk yang hampir roboh dan nyaris tak beratap. Pemiliknya menjadikan sisa rumahnya itu sebagai museum. Sebelum masuk, saya membaca papan nama yang bertuliskan, “Museum Sisa-sisa Hartaku”. Di dalam rumah itu dipajang benda-benda yang rusak akibat erupsi. Jam dinding yang menjadi saksi waktu kejadian erupsi juga tergantung di dinding.



 
Bukti waktu erupsi. Foto: Pribadi





Semua foto dokpri

Sebenarnya hati masih ingin meninjau lokasi lainnya, namun hari sudah semakin gelap. Kami pun memutuskan untuk kembali. Sangat tidak terduga, kami sempat mengalami kecemasan yang luar biasa akibat mobil jip yang membawa kami tak bisa melewati jalanan bebatuan yang terjal. Bolak-balik mobil digas dan dipaksa melaju namun akhirnya meluncur mundur. Saya dan ibu-ibu lainnya tak lepas beristighfar agar sopir bisa mengatasi medan.
Saya sempat menawarkan untuk turun. Dalam perkiraan saya, kalau kami turun beban mobil akan lebih ringan dan bisa naik serta melewati jalan menanjak yang penuh batu itu. Ternyata saya salah. Sopir mengatakan justru dengan beban penumpanglah jip itu bisa menekan dan menerjang medan terjal. Alhamdulillah, akhirnya setelah beberapa kali mencoba, kami pun bisa menembus jalanan terjal yang menanjak itu.
Kecemasan kami ternyata dirasakan oleh ketiga teman yang tak ikut dan memutuskan untuk menunggu di pemberhentian akhir tempat mobil-mobil jip diparkir tadi. Waktu yang diperkirakan sudah melampaui batas sehingga membuat mereka ikut merasa cemas menunggu kepulangan kami.
Dan, syukurlah...di kegelapan malam, akhirnya kami menyudahi petualangan yang mendebarkan itu dan kembali ke penginapan.
Informasi tambahan buat calon pengunjung:
Jasa layanan perjalanan wisata dengan mobil jeep menyediakan beberapa paket reguler yang terbagi atas pilihan rute.
1. Short Route; tujuan Kaliadem,menyusuri Kali Opak,kali Gendol,Batu Alien
dengan tarif Rp. 250.000, dengan waktu perjalanan 1 s/d 1,5 jam
2. Medium Route; tujuan paket Short di tambah Batu Gajah ,dengan Tarif Rp350.000, dengan waktu perjalanan 2 s/d 2,5 jam
3. Medium Barat Route; tujuan menuju Kaliurang,Tlogo Putri,Museum Merapi, Ulun Sentalu, Gardu Pandang, dengan tarif Rp 350.000, dengan waktu perjalanan 2 s/d 2,5 jam
4. Long Route; tujuan paket short di tambah lokasi pemakaman Alm. Mbah Maridjan dan Bukit Glagahsari, dengan Tarif Rp. 450.000, dengan waktu perjalanan 3 s/d 3,5 jam
5. Paket Sunrise Route; paket short,dengan harga khusus Rp350.000, standby di pos basecamp pukul 05.00 pagi dan siap untuk berangkat menuju kaliadem. [Wylvera W.]

8 komentar:

  1. ya ampun...
    liat kerangka sepeda motor, tv, dan peralatan lainnya bikin miris
    segitu dahsyatnya letusan gunung merapi
    apalagi, dampaknya untuk manusia yang banyak korban jiwa

    oh ya, tertarik sama batu alien mbak
    kapan2 kalo ada tugas ke jateng mau mampir ah :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, sempatkan ke sana, Mas. Melihat langsung kesannya pasti berbeda.

      Hapus
  2. wih, sampai kayak gitu, ya... kekuasaan Allah. Btw, itu Jeep-nya keren. hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, kalau Allah berkehendak ... apa yang tak mungkin ya, Mbak. Btw, aku mupeng nyetir sendiri waktu itu, tapi gak dibolehin. :)

      Hapus
  3. Ke sana musti sedia masker yg mantap. Debunya itu lho...
    Seru ya, kak kalo kita jerit2 malah tambah kenceng itu jeep hahaha

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kami malah gak berani jejeritan. Yang ada bolak-balik istighfar saking seramnya digoncang-goncang. :(

      Hapus
  4. Waah...saya belum pernah ke Merapi mba Wiek, pengen juga. Itu harganya per orang ato per paket gitu ya mba?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Cobain deh, Mbak. Itu buat satu jeep yang muatannya sekitar 6 orang.

      Hapus

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...