Jumat, 13 November 2015

Tidak Cukup Sehari di München

#Part 6 
Di bawah patung Ludwig I
Setelah menyempatkan waktu melihat salah satu titik sejarah Tembok Berlin, kami pun bergegas menuju München (1 Agustus 2015). Perjalanan kembali menghabiskan durasi sekitar enam jam. Kami berharap masih bisa menyusuri sebagian landmark kota yang merupakan ibukota wilayah Bayern (Bavaria), Jerman itu.

Agar merasa nyaman di setiap perjalanan jauh dengan kereta, kami selalu mengisinya dengan mengobrol yang diselipi oleh gurauan.

“Kalau ada yang ngerti bahasa kita di kereta ini, gimana hayooo?” begitu saya sesekali menunjukkan rasa cemas saat suami “melempar” kalimat-kalimat candaan yang bikin saya ngakak tertahan.

“Paling dia usul minta bergabung di bangku kita,” balas suami santai. *hihihi....*


Tiba di München Hauptbanhof 

Akhirnya kereta yang membawa kami pun tiba di stasiun München (Munich) sekitar jam tiga sore. Begitu turun dari kereta, suami saya memutuskan untuk berjalan kaki menuju hotel. Katanya sih tidak terlalu jauh, tapi ternyata saya gempor juga. Tapi, semua lelah itu hilang ketika kami tiba di hotel yang lagi-lagi menyuguhkan kamar yang nyaman.

Beres urusan check in, meletakkan koper di kamar, dan sholat, kami pun segera melanjutkan ekplorasi. Munich atau München (dalam Bahasa Jermannya) adalah kota terbesar di Bavaria. Munich dengan tingkat perekonomian paling baik, memiliki ciri khas yang tidak dipunyai oleh kota-kota besar lainnya di Jerman. Jangan berharap untuk menemukan bangunan pencakar langit di kota ini. Masyarakat lebih mempertahankan bentuk asli dan tradisi kotanya. Inilah yang membuat Munich unik dan istimewa. Meskipun sebagian bangungan lama fungsinya sudah dialihkan namun keasliannya tetap terawat dengan baik. 


Memilih beberapa landmark di waktu yang sempit 

Sejujurnya, hati ini ingin sekali menyusuri semua sisi dan sudut kota Munich. Apa daya, kami lagi-lagi dibatasi oleh waktu. Akhirnya saya membantu suami untuk memilihkan tempat-tempat yang masih bisa kami jangkau. Ada beberapa bangunan yang menjadi ikon kota Munich yang saya pilihkan. Kami berharap semoga bisa sampai ke sana sebelum matahari terbenam di atas langit München.
Siegestor (dokpri)
Bangunan pertama yang kami tuju adalah Siegestor. Siegestor ini seperti gerbang yang terinspirasi oleh Arco di Costantino kota Roma, Italia. Mirip dengan Triumphal Arc yang ada di Paris. Monumen bersejarah seperti gapura ini didirikan pada pertengahan abad 19 (1834 – 1852) untuk memperingati keberanian dan kemenangan pasukan Bavaria dalam perang melawan Napoleon. Siegestor yang pernah hancur diluluhlantakkan oleh Perang Dunia II, akhirnya dibangun kembali sesuai dengan aslinya pada tahun ’50-an. 
Tulisan yang ada di bagian atas gerbang kemenangan setinggi 21 meter itu berbunyi “Dem Sieg Geweiht vom Krieg Zerstört zum Frieden Mahnend” mengandung arti “Didedikasikan untuk Kemenangan, Dihancurkan oleh Perang, dan Pengingat Kedamaian”. Kalimat itu merupakan kutipan dari Wilhelm Hausenstein. Letaknya yang memisahkan jalan Ludwigstrasse dan Leopoldstrasse, serta distrik Maxvorstadt dan Schwabing membuat gerbang itu unik dan mencolok. Konon katanya kedua jalan itu merupakan jalan terpopuler di Munich. 
Di atas gerbang itu berdiri patung Bavaria, seorang wanita yang membawa tombak dan mengendarai quadriga (kereta) yang ditarik oleh empat ekor singa. Patung wanita itu menjadi personifikasi dari tanah Bavaria. Pemilihan singa pada quadriga, melambangkan dinasti Wittelsbach yang menguasai Bavaria di masa itu. Patung Bavaria sendiri didesain khusus oleh Johan Martin von Wagner yang saat itu menjabat sebagai penasihat seni Raja Ludwig. 
Universität München (dokpri)
Setelah puas berfoto-ria di lokasi Siegestor, kami melanjutkan dengan berjalan kaki. Di sebelah kanan jalan, kami melintasi Universitas Munich dan bangunan lainnya. Kami terus berjalan hingga di tampak pintu masuk Munich Residenz. Bangunan ini adalah bekas istana kerajaan monarki Bavaria di pusat kota Munich. Gedung ini terbuka untuk para pengunjung yang ingin menikmati ragam arsitektur dan dekorasi 130 kamar di dalamnya.

Munich Residens (dokpri)
Sedang ada pesta di halaman dalamnya.  (dokpri)
Hari masih terang, kami tetap melanjutkan menyusuri beberapan bangunan dan kawasan bersejarah kota Munich lainnya. Kami sempatkan juga untuk berfoto di Hofgarten (area taman) yang dibangun pada tahun 1613 – 1617 oleh Maximilian I. Di tengah taman ada sebuah paviliun yang diperuntukkan kepada Dewi Diana. Paviliun itu dibangun pada tahun 1615 oleh Old Heinrich Schon. 
Pintu masuk menuju Hofgarten (dokpri)


Theatinerkirche vom Hofgarten
Kami tidak berlama-lama di area itu, karena khawatir kehabisan momen. Begitu keluar, kami memasuki kawasan Odeonplatz, bangunan tempo dulu yang berarsitektur Italy di sepanjang Leopoldstrasse. Sulit mengambil gambar yang pas. Saat itu ramai sekali. Sepertinya ada gelaran jajanan dan tempat makan terbuka.
Odeonplatz (dokpri)
Restoran terbuka (dokpri)
Dari Odeonplatz, kami menuju Marienplatz, berupa alun-alun bersejarah yang berlokasi di jantung kota Munich. Ada dua bangunan balai kota tua dan balai kota baru di sekitar area itu. Disediakan juga zona untuk pejalan kaki. Marienplatz adalah tempat populer untuk para artis jalanan menggelar pertunjukan musik dan sebagainya.
Kawasan Marienplatz dengan latar Frauenkirche central statue (dokpri)
Nationaltheater Munchen (dokpri)
Saat di Marienplatz, hari mulai gelap, sementara masih banyak tempat yang belum sempat kami kunjungi. Pada catatan saya masih ada Englischer Garten (taman kota terbesar di Eropa), Nymphenburg Palace (istana yang dibangun pada abad ke-17), Hofbraushaus (tempat untuk minum bis paling terkenal dan populer di kota Munich), BMW Headquarters and Museum (museum teknologi otomotif), City Gates kota Munich selain Siegestor, Allianz Arena (stadion bola tempat/kandang klub Bayern München), serta Olympiapark yang merupakan lokasi digelarnya Olimpiade tahun 1972 di kota Munich, Jerman.

Waktu tak memungkinkan lagi untuk kami meneruskan perjalanan. Ternyata sehari memang tidak cukup menjelajah Munich. Akhirnya kami memutuskan untuk kembali ke hotel.

Menemukan samosa di saat lapar

Malam pun menyelimuti kota München. Kami belum makan malam. Setelah sampai di hotel untuk sholat magrib, kami kembali keluar mencari restoran halal yang bisa mengenyangkan perut. Tidak terlalu jauh dari hotel tempat menginap, akhirnya kami menemukan restoran yang menjual makanan khas India. Sementara penjualnya sendiri orang Bangladesh. 
Ini nama tokonya (dokpri)
Yang bentuknya segitiga itu, samosa (dokpri)
Suami saya yang katanya lapar sekali, memilih menu yang sedikit berat. Duh! Saya lupa namanya. Saya sendiri memilih samosa, pastri goreng berbentuk segitiga. Ini salah satu makanan India kesukaan saya. Isinya berupa kentang rebus berbumbu rempah-repah dicampur kacang kapri, bawang bombay, daun ketumbar, dan terkadang paneer. Rasanya gurih sekali, apalagi jika dibalur sausnya yang khas. Hmm ... yummy!
Menunya beragam dan semuanya sepertinya enak (dokpri)
Kasir sekaligus pemilik restoran yang sudah tiga tahun berdiri itu bertanya, apakah hidangan yang mereka sajikan memuaskan. Suami saya memuji menu yang mereka hidangkan. Lalu saya memberi sedikit perbandingan untuk samosa buatan mereka. Saya katakan kalau samosa yang pernah saya makan di Indonesia rasanya sedikit lebih pedas. Dia tertawa dan mengatakan itu hanya soal taste. “Resepnya mungkin tidak jauh berbeda,” ujarnya tersenyum ramah.
Malam kami di Munich pun ditutup dengan menu dinner yang lezat dan mengenyangkan. 


Novel Geranium Blossom berpose di bawah Column of St. Mary 

Saat kembali ke hotel, saya ingat kalau novel terbaru saya “Geranium Blossom” salah satu settingnya adalah kota Munich. Saya belum sempat mengambil gambarnya di kota itu. Akhirnya keesokan paginya, kami kembali ke lokasi Marienplatz. Saya meletakkan novel itu di bawah tugu yang dikenal dengan nama Column of St. Mary (Mariensäule). 

"Geranium Blossom" duduk anggun di situ
Setelah itu kami buru-buru kembali ke München Hauptbanhof untuk melanjutkan perjalanan menuju destinasi berikutnya. Ke mana? Tunggu part berikutnya. [Wylvera W.]

2 komentar:

  1. Pemandangan yang indah banget, aah smeoga suatu hari nanti bisa sampai disana, aamiin

    BalasHapus

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...