Minggu, 10 Juli 2022

Dari Canakkale Menuju Alacati dan Kusadasi

Berkisah tentang pengalaman momen perjalanan ke suatu tempat, seperti keinginan curhat yang sulit dibendung. Seolah hanya kita yang merasakan indahnya belahan bumi Allah lainnya. Begitulah, magnet kenikmatan dari setiap kenangan traveling yang terjadi. Terlebih bagi saya yang lebih memilih mengendapkannya dalam goresan alur cerita. Terangkai sedemikian rupa sebatas kemampuan yang ada. Semua demi menancapkan rekam jejak untuk hari-hari mendatang, jika hati ingin menoleh ke belakang. 

                                                         




            Baiklah, saya akan melanjutkan catatan jejak-jejak kebersamaan saya dengan ibu-ibu mantan pengurus Persatuan Istri Pegawai BI (PIPEBI) Pusat '19 - '21 selama di Turki. Setelah hari pertama terlewati dan ditutup dengan mimpi indah pada kamar-kamar sebuah hotel bernama “Troia Tusan” di kota Canakkale, catatan ini merupakan hari kedua kami berada di Turki.

Nama Canakkale sekaligus menjadi ibukota dari provinsi bagi kawasan tesebut. Selama di perjalanan dalam bis, tentu saja Burak, tour leader yang saya sebutkan di awal perjalanan, selalu memberikan informasi tentang kota yang akan kami datangi. Termasuk saat ingin memasuki Canakkale. Burak yang selalu bersemangat berinteraksi dalam Bahasa Indonesia yang lumayan fasih, mengingatkan kami - khususnya saya yang selalu setia menyimak … uhuk-uhuk … tentang film “Troy” yang dibintangi oleh aktor beken Brad Pitt. Film nominasi Oscar besutan sutradara Wolfgang Petersen ini mengisahkan tentang pertempuran antara kerajaan kuno Troy dan Sparta. Film menegangkan yang diangkat dari puisi berjudul “The Iliad and Odyssey” ini, merupakan karya Homer, mengisahkan tentang siasat Achilles dalam Perang Troya. 

Aha! Untuk lengkapnya, silakan Anda browsing ya, Sob! Khawatir nanti cerita perjalanan saya dan teman-teman terdistraksi oleh ketampanan Brad Pitt. Hehehe….


Foto: free download

            Kembali ke kota Canakkale, ada sebuah patung yang bisa disebut sebagai monumen yang akan melekat di ingatan para turis ketika mampir di Canakkale. Patung kuda troya namanya. Patung yang sempat dianggap sebagai peninggalan Perang Troya itu terletak di salah satu kota di Turki, yaitu Canakkale. Sementara tentang sejarah Perang Troya sendiri, saya tidak akan menuangkan ulang detail kisahnya di sini. Anda bisa search ya, Sob. Alih-alih ingin berbagi keseruan tentang perjalanan saya dan teman-teman, khawatir nanti jejak catatan ini menjelma menjadi duplikasi laman sejarah. Hahaha….

            Sekilas saja, menurut sejarahnya, Canakkale pada zaman itu masuk ke dalam wilayah Yunani. Setelah pertempuran Troya, akhirnya kota ini kembali pada kekuasaan Turki di tahun 1925. Namun, pada ribuan tahun lalu, kota Canakkale tersebut masuk ke dalam kerajaan Romawi kuno dan pernah menjadi kawasan perebutan antara dua bangsa besar. Canakkale dulunya merupakan sebuah kota besar yang berada di tepi laut. Kota ini juga tercatat sebagai situs warisan dunia UNESCO pada tahun 1998. Oiya, patung Troya sendiri bukanlah bagian dari peninggalan sejarah tetapi hadiah dari artis Hollywood untuk kota Canakkale. Dan beruntungnya, patung itu akhirnya dianggap menjadi semacam landmark bagi kota tersebut.

            Kembali pada cerita perjalanan kami. 

        Di pagi yang cerah, matahari di atas langit Canakkale cukup bersahabat. Walaupun bagi yang kurang suka dengan udara panas, memang sedikit ‘mencubit’ di kulit. Bagi saya, biarlah sedikit berpanas-panas daripada diguyur hujan. Setuju? Setujulah ya ….



Pagi kami diawali dengan sajian sarapan di hotel. Sup (sup labu, bayam, wortel, dan entah apalagi jenisnya, saya kurang paham isi dari sup-sup yang selalu disajikan/tersedia itu… hahaha) yang ternyata selalu hadir di setiap waktu makan dan selalu menjadi hidangan pembuka. Lidah saya diajak untuk beradaptasi dengan taste-nya. Lumayan bersahabatlah. Entah bagi ibu-ibu teman segrup lainnya. Yang pasti, hampir semua tak lupa membawa bumbu pelengkap rasa, seperti saus tomat, sambal, bahkan keripik tempe dan teri. Saya pun ikut menikmati bumbu-bumbu pelengkap itu.

 

Bersiap menuju Alacati Greek Town dan Kirli Ciki Sanat Galerisi

Hari ini, warna baju kami putih dengan jilbab senada. Sementara bawahannya berbahan jins. Bukan bermaksud ge-er. Meskipun tidak seunik outfit di hari pertama, tetap saja keseragaman yang kami tampilkan sedikit-sedikit menjadi perhatian tamu lainnya. Apalagi jika berkumpul dan berfoto bersama. Terlihat indah dalam warna senada. Serasi!


Setelah mengabadikan kebersamaan dalam rekam kamera, menandakan bahwa kami pernah menginap di hotel Troia Tusan, perjalanan selanjutnya pun dimulai. Kali ini, pasangan duet tour leader kami (Billy dan Burak-red), akan mengantarkan kami menuju Alacati Greek Town, desa wisata yang cantik bergaya Yunani dan dikenal dengan sebutan Santorini of Turkey.


Sebelum sampai ke tujuan, di perjalanan dalam bis kali ini terjadi keseruan yang susah untuk dilupakan. Berhubung dalam rombongan “Pretty Bestie” kami ada beberapa penyanyi ala-ala diva PIPEBI Pusat, maka suasana hening dalam bis mendadak heboh! Perjalanan menuju desa wisata yang cantik itu, diwarnai dengan keceriaan bestie-bestie yang menjadi cheerleaders dan backing vocal penyanyi kami. Hahaha …. PECAH!

Suasana perjalanan yang lumayan menghibur tadi, akhirnya tanpa terasa membawa kami ke destinasi berikutnya. Begitu tiba di lokasi, kami langsung dibawa melihat Yel Degirmenleri Parki, kincir angin yang cukup terkenal di Alacati. Bangunan itu konon digunakan untuk menggiling gandum. Kincir anginnya yang terbuat dari batu pada tahun 1850 itu menjadi simbol Alaçat yang banyak menarik wisatawan. Begitu juga kami. Rasanya aneh jika tidak berfoto ria di lokasi ini.


“Ayo fotoan yuuk!”

“Di sini ni bagus! Ayo, rapat biar masuk semua!”

“Aku fotoin di sini dooong!”

Seruan-seruan seperti itu mewarnai suasana. Tidak hanya berfoto berlatar belakang bangunan dengan kincir angin di atasnya. Dari posisi Yel Degirmenleri Parki, terlihat di bawah sana area pertokoan. Kata Burak, nama area sekitar itu adalah Kirli Ciki Sanat Galeresi. Pemandangan area pertokoan dan rumah-rumah toko serta jalanan sempit dari posisi kincir angin tak luput dari bidikan kamera hape kami. Klik! Klik! Puluhan foto kembali memenuhi memori hape.






Puas berfoto di lokasi kincir angin, kami beranjak menuju area pertokoan dengan bangunan rumah-rumah yang terpisah oleh jalanan sempit. Di sanalah toko-toko suvenir, restoran dan beragam dagangan khas Turki diperjualbelikan. Tentu saja daya tariknya sangat menggoda untuk berbelanja. Buat saya, cuaca yang semakin panas, memancing untuk mencicipi eskrim aneka rasa yang juga dijual di lokasi itu. Humm … yummy!



Sambil menikmati eskrim, saya teringat beberapa artikel yang sempat saya baca. Pada zaman kuno, Alacati disebut “Agrilia” yang lokasinya berada di wilayah “Ionia” dalam sejarah Anatolia Barat, membentang dari Selatan Izmir ke Sungai Menderes. Nama Alaçat sendiri muncul di beragam sumber sebagai “The Itineraries of Evliya Celebi” untuk pertamakalinya selama era Ottoman awal. Kota Alacati berasal dari nama suku yang telah menetap di desa itu dengan nama suku Alacaat.

Alacati merupakan desa pesisir yang berada di Provinsi Izmir Turki, di pantai Barat dan laut Aegea. Desa ini didirikan pada tahun 1850, ketika para pekerja dari bangsa Yunai Ottoman dibawa dari pulau-pulau untuk membersihkan tanah dari malaria. Setelah wabah malaria menghilang, mereka memutuskan untuk tinggal dan memulai kehidupan baru. Rumah-rumah batu dengan jalan-jalan sempit yang dipenuhi oleh pertokoan, restoran, dan hotel, menjadi daya tarik tersendiri.

 

Ketika salah kostum di Kum Beach.

            “Ayo! Ayo! Bestiebestie! Cepat! Cepat! Lari! Lari!” seru Burak memanggil kami dengan sebutan bestie.

           Maaf. Kalau saya lupa memberitahukan bahwa nama rombongan tur kami adalah “Pretty Bestie”. Sebutan “Bestie” itu ternyata langsung melekat di ingatan Burak, tour leader kami. Seruan Burak memancing kelucuan. Sambil bergegas kami pun kembali menaiki bis menuju destinasi berikutnya.


            Sesuai itinerary, Billy dan Burak mengajak kami mampir ke Kum Beach, pantai yang terletak di tepi laut Aegea (Aegean Sea). Melihat para turis dan mungkin juga sebagian besar yang ada di tepi pantai itu adalah penduduk setempat, saya langsung tertawa sendiri.




                 “Ini sih salah kostum!” gumam saya menahan tawa.

            Kami yang berpakaian sopan dan lengkap, tidak mungkin ikut menikmati pantai bersama mereka yang nyaris tak berbusana. Hahaha …. Tetapi bukan ibu-ibu PIPEBI yang kreatif namanya kalau se-saltum apa pun kondisinya, berfoto wajib jalan terus.



            Seolah lupa pada panasnya cuaca di sekitar tepi pantai, beragam pose tetap dilakukan demi mengabadikan kenangan. Klik! Klik! Puluhan foto berikutnya kembali berjejal di hape kami. Seru!

Saat itu, saya tidak paham seperti apa laut Aegea itu. Setelah mengintip keterangan di Wikipedia barulah saya tahu.

Laut Aegea merupakan sebuah laut di Laut Tengah yang terletak antara semenanjung Balkan Eropa (Yunani) dan semenanjung Anatolia Asia (Turki). Di bagian Utara, Aegea ini terhubung dengan Laut Marmara, kemudian Laut Hitam melalui Selat Dardanella dan Bosporus”.

Pantas saja kami diajak ke pantainya walaupun saat itu outfit kami tak tepat. Karena laut tersebut erat sejarahnya dengan Turki.





Selepas kebersamaan kami di kawasan pantai, waktu solat pun menjadi jeda. Setelah menunaikan zuhur dan ashar dalam satu waktu, kami mendapat satu bonus tempat kunjungan, yaitu sebuah toko yang menjual aneka ragam skin care oil khas Turki. Lagi-lagi keinginan untuk membeli produk yang ditawarkan tidak bisa dibendung. Siapa sih ibu-ibu yang tak tertarik dengan skin care? Terlebih jika produknya sudah di depan mata dan asli dari asalnya. Eh, maaf … mungkin tidak semua ya? Tetapi umumnya pasti suka. Eakaaan ...? Apalagi mendengar tawaran berupa potongan harga jika membeli dalam jumlah banyak. Wow! Kami bergegas menyepakati.

“Ayo, siapa lagi? Kalau beli 10 bonusnya 2 botol!”

“Aku mau dong satu!”

“Aku dua ya!”

Bonus dan potongan harga pun berhasil didapatkan. Dan saya mendapat satu produk Argan skin care oil. Satu saja cukuplah sebagai tanda sah saya ikut keseruan berbelanja di toko itu. Ngeleees! Hahaha ….


Bermalam di Kusadasi

            Keseruan dan kebersamaan kami pun mendekati akhir durasi untuk hari kedua di Turki. Lelah namun bahagia itu lebih meraja. Sehingga perjalanan menuju penginapan selanjutnya tetap kami nikmati dengan suka cita. Bis terus melaju. Sementara Burak dan Billy sesekali melanjutkan penjelasannya tentang hal-hal yang perlu disampaikan sebagai reminder.



Panorama dari balik jendela Hotel Marina

Hari bergerak mendekati senja. Kami tiba di Hotel Marina, Kusadasi. Sambil menuntaskan check-in, makan malam kembali menjadi pelengkap penghujung hari kedua kebersamaan kami.

            Hotel Marina letaknya tak jauh dari pemandangan laut. Dari kamar kami terlihat indahnya pemandangan panorama laut yang jaraknya kira-kira hanya berkisar 500 meter. Daya tarik itu membuat ide baru muncul seketika.

Emperan pertokoan pusat kota Kusadasi

            “Habis makan kita jalan yuk lihat pantai,” ujar Mbak Dyah, ketua PIPEBI saat ini memberi usul.

Gayung bersambut tentunya. Akhirnya kami – bertiga - nekat keluar menembus jalanan yang konturnya menanjak dan menurun. Benar saja! Begitu mendekati pemandangan laut dengan langit senja yang kian menggelap, rasa lelah itu mendadak sirna. Kami puaskan mengabadikan momen itu dengan memilih beberapa spot foto.



Kalau kami tidak keluar malam itu, tentu kami tidak tahu jika pusat kota Kusadasi hanya berjarak sekitar satu Kilometer dari Marina Hotel. Berbagai restoran, bar, dan toko ada di sana. Semakin larut justru semakin ramai. Mumpung sudah di area itu, maka kami puaskan mengeksplornya.

                

                

Untunglah kami merasa sudah benar-benar lelah. Jika tidak, bisa jadi kami menghabiskan malam hingga pagi di lokasi itu. Hahaha ….

Kami putuskan untuk kembali ke hotel. Jalanan yang tadinya dirasakan asyik menuruninya, ketika kembali justru letaknya menanjak. Saya nyaris lunglai menapaki jalanan menanjak itu. Bantuan dorongan pun menjadi drama kecil yang terjadi.

“Ayo, Mbak. Sedikit lagi!”

“Semangat, Mbak!”

Dukungan itu membuat saya kembali tersenyum saat mengetik bagian cerita penutup ini. Sampai bertemu pada catatan “curhat” hari ketiga di Turki ya, Sob!

            See yaaa! [Wylvera W.]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...