Kamis, 07 Juli 2022

Turki, We’re Coming!

Turki merupakan salah satu negara yang menyimpan banyak jejak peradaban masa lalu. Hingga kini, jejak-jejak berupa bangunan dan benda-benda bersejarah itu masih dijaga kelestariannya. Hal tersebut menjadikan Turki adalah salah satu negara yang ingin saya kunjungi. Meskipun saya tidak begitu menguasai sejarah negeri yang resmi menjadi negara republik pada 20 April 1924 itu, keinginan untuk mengunjungi Turki masih tersimpan rapi.

Pucuk di cinta ulam pun tiba, bunyi pepatah lama. Keberadaan saya sebagai salah satu pengurus di organisasi Persatuan Istri Pegawai Bank Indonesia (PIPEBI) periode 2019 – 2021, membuat keinginan itu akhirnya terwujud. Dana tabungan dari arisan selama dua tahun, sangat membantu dalam memenuhi bujet kami. Alhamdulillah ....

            Setelah lama menunggu grafik pandemi Covid-19 melandai, saya dan ibu-ibu pengurus PIPEBI ’19-’21 pun siap terbang ke Turki. Dengan panduan Mas Billy, tour leader yang cakap dan sigap dari Ramah Halal Tours & Travel, perjalanan kami pun diawali dengan kesiapan yang matang. Berkumpul di meeting point yang ditentukan pada Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta, kebersamaan kami sempurna terabadikan dalam frame malam itu.  Bismillah, the journey is begin.


            Sesuai itinerary, tujuan perjalanan kami pada 22 Juni 2022 itu diawali dari Jakarta menuju Istanbul. Malam yang semakin larut seolah menahan hasrat untuk terlelap di dalam pesawat. Di kepala ini yang mendominasi adalah lintasan gambaran seperti apa negeri yang sempat dijuluki sebagai “The Sick Man” oleh dunia Barat pada abad ke-19 itu. Sekitar dua belas jam penerbangan menembus kegelapan langit malam, disertai sesekali guncangan tipis-tipis pesawat Turkis Airlines, akhirnya kami tiba di New Istanbul Airport.

 

Menuju Bursa

            Kamis, 23 Juni 2022. Hari masih pagi ketika kami mendarat di landasan terbang bandara Istanbul. Proses imigrasi terlewati dengan aman dan lancar. Selanjutnya proses pengambilan bagasi juga berlangsung cepat. Di momen ini, keberadaan kami tentu saja berbeda dari penumpang pesawat lainnya. Outfit yang kami kenakan motifnya lumayan menarik perhatian. Saya tersenyum membayangkan inisiatif ibu-ibu panitia untuk menetapkan busana yang kami pakai selama berada di Turki. Kreatif!



            Karena padatnya jadwal, maka dari bandara kami tidak dibawa langsung ke hotel. Sebelumnya, sesaat sebelum keluar dari bandara, kami diperkenalkan dengan tour leader lainnya. Burak, nama kecil pria asal Turki itu akan menjadi pasangan duet Mas Billy dalam memandu perjalanan kami.


            Bis yang akan membawa kami menuju beragam destinasi selama di Turki pun sudah menunggu di area penjemputan. Setelah semua koper masuk ke bagasi bis, perjalanan mengeksplor Turki pun dimulai. Belum ada yang istimewa yang ingin saya ceritakan di sesi ini. Tapi jangan beranjak dulu dari laman blog saya ini ya. 

Hehehe ….

            Di dalam bis, hati saya tiba-tiba merindu. Mengingat tanggal 23 Juni adalah birthday-nya suami dan putri saya, membuat perasaan sedikit ada yang kosong. Saya tidak berada di dekat dua orang yang saya cintai itu. Untunglah, sebelum berangkat saya sudah persiapkan ucapan ala-ala di selembar kertas. Sementara bis yang membawa kami melaju, saya sempatkan untuk membaca dan merekamnya dan kemudian saya posting di akun Instagram. Berharap kiriman ucapan itu membuat suami dan putri saya tetap happy di hari ulang tahun mereka. Maklum, saya tidak begitu piawai untuk beromantis ria. *menunduk malu*


Kembali ke cerita perjalanan kami. Tentunya, hal pertama yang akan kami nikmati adalah santap pagi menjelang siang di salah satu restoran. Selepas menikmati menu khas Turki, kota pertama yang akan kami kunjungi adalah Bursa, salah satu kota tua yang memegang peranan penting pada sejarah Turki. Bursa juga merupakan kota terbesar ke-4 setelah Istanbul, Ankara, dan Izmir. Selain itu, dari sejarahnya menyebutkan bahwa Kota Bursa adalah tempat Turki Ustmani atau kekhalifahan Ustmaniyah berawal. Bursa berlokasi di Turki bagian Barat (masuk dalam benua Asia), tepian laut Marmara yang memisahkan kota itu dengan Istanbul. Dari posisi itu pula mengapa Turki termasuk dalam bagian negara Eurosia. Sementara Kota Bursa, lokasinya sangat strategis dan dekat dengan Konstantinopel (Istanbul), membuat para penguasa baik dari Arab dan Seljuk tergoda untuk menaklukkannya pada zaman itu.  

 

Mengunjungi Bursa Ulu Camii

Saat tiba di Bursa, kami dibawa menuju Bursa Ulu Camii (Masjid Agung Bursa) atau Grand Mosque. UNESCO telah mencatat Masjid Agung Bursa ini ke dalam warisan budaya dunia pada tahun 2014. Selain itu, otoritas Turki mengatakan bahwa masjid ini adalah masjid kelima terpenting setelah Masjid al-Haram di Makkah, Masjid Nabawi di Madinah, Masjid al-Aqsha di Palestina, dan Masjid Umayyah di Damaskus, Suriah. 






Menurut tour leader kami, masjid ini setiap harinya ramai dikunjungi oleh turis. Tentu saja, seperti saya yang terpesona oleh interior warisan sejarah Kesultanan Ottoman ini, wisatawan lainnya pun akan merasakan hal serupa. Masjid Agung Bursa ini merupakan landmark arsitektur Seljuk yang sepertinya tak boleh dilewatkan saat mengunjungi Kota Bursa.

 

Melihat Yesil Camii dan Green Tomb.

Setelah puas mengagumi Masjid Agung Bursa, kami kembali diajak mengunjungi Green Mosque atau Yesil Camii (Masjid Hijau) dan Makam Hijau. Ketika tiba di sisi luar bangunan masjid, saya belum melihat sisi istimewa dari Masjid Hijau tersebut. Namun ketika memasukinya, diam-diam saya bertakbir merasakan kekaguman interior masjid itu. Warna hijau dan toska mendominasi sekali. Ternyata penyebutan Yesil Camii (Masjid Hijau) itu berkaitan dengan warna interior masjidnya. Masjid Hijau ini letaknya di atas bukit Kota Bursa. Tempat ini juga dikenal dengan Kawasan Yesil (hijau). Masjid Hijau ini juga disebut sebagai Masjid Mehmet I.



Cuaca panas siang itu sedikit terbantu oleh rimbunnya dedaunan hijau yang menutup sebagian bangunan masjid. Jika belum tiba di bagian atas bangunan masjid, Yesil Camii terlihat seperti rimbunan daun di atas bukit. Bisa jadi, pesona inilah yang memikat para pengungjungnya. Tak terkecuali kami.


Dari apa yang pernah saya baca, menuliskan, bahwa Masjid Hijau ini dibangun oleh arsitek Haci Ivaz Pasha atas perintah Sultan Celebi Mehmet sekitar tahun 1419 hingga 1421. Lagi-lagi disebut hijau karena hampir semua isi bangunan masjid didominasi dengan warna hijau. Mulai dari karpet, desain dinding dan dekorasi interior masjidnya. Sambil mengabadikan sudut-sudut interior masjid, bisikan kagum berulang saya lafaskan. Penasaran? Semoga anda berkesempatan berkunjung ke masjid ini lalu buktikan sendiri.



Selepas itu, masih ada yang membuat kami betah di area Masjid Hijau. Ada komplek Makam Sultan Celebi Mehmet dan keluarganya di dalam sebuah maosoleum, berupa bangunan yang berdiri bebas secara eksternal yang dibangun sebagai monumen, melampirkan ruang interasi atau ruang pemakaman orang. Bangunan itu disebut Green Tomb. Interior bangunan ini juga didominasi warna hijau dengan keramik-keramik mengkilap menghiasi isi makam. Di dalamnya ada makam Sultan Mehmet I dan Sultan ke-5 Dinasti Ustmaniyah.


Bukan ibu-ibu namanya jika tidak segera mengabadikan kesempatan dengan berfoto ria. Kami puaskan berpose di dalam dan luar masjid maupun luar makam. 



Satu hal yang membuat saya bangga. Warna dress code kami sekali lagi menarik perhatian turis dari negara lain. Mereka pun meminta kami untuk berpose bersama. Memberikan kesenangan kepada orang lain bukankah bernilai ibadah? Klik! Beberapa foto pun kembali terabadikan.

 

Berselancar di Silk Market dan Tenggelam di Munira Outlet

            Puas mengunjungi masjid yang sarat sejarah itu, kami pun dipandu untuk mengawali aktivitas belanja ala ibu-ibu. Toko yang bertuliskan Silk Market di atas pintu masuknya menjadi toko pertama yang diserbu siang terik itu. Toko ini menjual beragam syal sutra, kaus, sajadah, suvenir, lampu-lampu hias yang cantik, dan masih banyak barang lainnya. Seperti lupa kalau kami masih memiliki delapan hari lagi di Turki, kantong belanjaan tiba-tiba memenuhi rak barang di dalam bis. Luar biasa!




            Berikutnya kami diantar menuju sebuah toko bernama Munira. Konon katanya yang traveling ke Turki bersama rombongan, biasanya akan diantar oleh tour leader ke Outlet Munira di Osmangasi Turki ini. Toko ini menjual beragam barang dan makanan khas Turki untuk oleh-oleh. Mulai dari saffron, parfum, cokelat, turkish delight, teh, kopi, kacang-kacangan, hingga sabun.



Begitu masuk, kami disuguhi oleh demo, semacam penjelasan tentang produk-produk khas unggulan jualan mereka. Keramah tamahan para penjualnya nyaris membuat ibu-ibu sulit menolak tawaran mereka. Jika tak pandai dan jeli menghitung-hitung serta menawar, maka kepuasan berbelanja tak akan tercapai setelah meninggalkan toko ini. Saran saya, jika mampir di toko ini, fokuslah pada barang yang sungguh-sungguh ingin dibeli. Jangan mendadak kalap. Jangan lupa untuk menawar dan fokus pada saat barang yang harus ditimbang. 



Jika tak ingin membeli dan sekadar ingin melihat-lihat, jangan latah bertanya pada penjualnya. Rayuan mereka akan sulit anda hindari dan bisa saja anda membeli barang atau makanan yang belum anda butuhkan. Satu lagi, catat list barang yang sudah anda beli agar tidak terjadi kesalahan penghitungan di kasir.

 

Menginap di Canakkale

            Hari pertama di Turki cukup melelahkan. Karena cuaca panas dan dress code yang berbahan lumayan tebal membuat suhu tubuh sedikit meningkat. Tapi semua itu tak berarti karena kegembiraan yang kami rasakan meleburnya. Hari semakin sore, bis pun mengantarkan kami ke Canakkale untuk menginap di Hotel Troia Tusan.

            Pembagian kamar yang sudah disepakati sebelum terbang ke Turki pun menjadi awal malam pertama kami. Saya sekamar dengan dua teman dari tim redaksi Majalah Insani. Beruntung kami dari tim pengurus majalah kesayangan ibu-ibu PIPEBI bisa sekamar bertiga. Bukan tim redaksi namanya kalau kami memutuskan segera berdiam diri di kamar. Pemandangan pantai di dekat hotel begitu menggoda.



Setelah santap malam di hotel, kami (bertiga) mlipir ke Tusan Beach yang berada tak jauh dari hotel tempat kami menginap. Aha! Keindahan pantai dan jelang sunset membuat ide berfoto kembali mencuat. Pengarah gaya yang selama ini kami percayakan untuk mengurus layout cover Majalah Insani pun sibuk beraksi dan mengatur pose kami. Serasa model dadakan, entah berapa foto yang akhirnya kembali memenuhi memori hape kami pun terabadikan. Seru!



Selebihnya, puncak kelelahan pun melanda. Kami kembali ke kamar. Setelah menunaikan solat, kami terlelap dengan mimpi masing-masing. Semoga esok hari, perjalanan menuju destinasi berikutnya kembali meninggalkan memori yang indah. Tunggu catatan selanjutnya ya, Sob! [Wylvera W.]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...