Kamis, 01 Oktober 2015

Masjid Seribu Tiang


Tampak depan Masjid (doc. pribadi)

            Setiap kali melakukan perjalanan ke kota-kota yang menjadi target kunjungan, saya selalu ingin melengkapi kunjungan ke tempat ibadahnya (baca: masjid). Apalagi jika sempat mendengar ada sejarah unik dari tempat ibadah itu. Rasa penasaran saya langsung menyala.  Begitu pula ketika saya dan anak-anak memilih menghabiskan penghujung tahun 2013 di Provinsi Jambi. Selain tempat wisata alam, kerajinan daerah, dan kulinernya, saya tak lupa menanyakan tempat ibadah yang terkenal di kota itu. Kota yang terkenal dengan Sungai Batanghari (sungai terbesar di Pulau Sumatera) ini, memiliki masjid bersejarah. Masjid itu dikenal dengan nama Seribu Tiang.
(doc. pribadi)
Mendengar nama masjid itu tentu saja saya semakin penasaran. Katanya, masjid itu lebih populer dengan nama “Seribu Tiang”. Apalagi sebutan seribu tiang tercetus dari para pendatang yang sempat singgah dan sholat di masjid ini. Mengapa? Ternyata sebutan itu mereka berikan karena melihat bangunan masjid yang unik dengan tiang-tiang penyangganya, tanpa pintu dan jendela seperti masjid-masjid pada umumnya. Saya dan anak-anak sempat terpicu ingin menghitung jumlah tiang-tiang itu sebelum akhirnya menemukan jawaban atas pemberian nama populer itu.
Sejarah Mesjid Agung Al-Falah
Masjid ini sebenarnya bernama Masjid Agung Al-Falah. Letaknya di pusat kota Jambi. Tepatnya di Jalan Sultan Thaha. Keponakan saya yang selama ini tinggal di Jambi,  akhirnya mengisahkan tentang sejarah masjid ini. Menurut cerita yang pernah didengarnya di sana, sebenarnya sejarah masjid ini belum tercatat dengan resmi. Namun, dari info yang beliau dapat bahwa dulunya tanah lokasi masjid tersebut merupakan pusat kerajaan Melayu Jambi. Lalu, pada tahun 1885 lokasi itu dikuasai oleh penjajah (Belanda) dan dijadikan benteng.
            Masjid Agung Al falah ini berdiri di lahan bekas Istana Tanah Pilih dari Sultan Thaha Syaifudin. Pada tahun 1858, saat terpilih menjadi sultan, Thaha Syaifuddin membatalkan semua perjanjian yang disepakati Belanda dengan almarhum ayahnya. Menurutnya perjanjian itu sangat merugikan kesultanan Jambi. Singkat cerita, akhirnya Belanda membumi hanguskan komplek Istana Tanah Pilih itu. Seterusnya lokasi bekas istana sultan itu dijadikan asrama tentara Belanda yang dipakai sebagai tempat pemerintahan. Sampai tahun 1970 lokasi tersebut masih dipakai sebagai asrama TNI di Jambi.
        Proses pembangunan Mesjid Agung sendiri dimulai pada tahun 1971 dan diresmikan penggunaannya oleh mantan Presiden RI (Soeharto) pada tahun 1980. Masjid kebanggaan masyarakat Jambi ini berdiri di atss lahan sekitar 2,7 Hektar. Luas bangunannya sendiri adalah 6.400 M2. Masjid ini mampau menampung sekitar sepuluh ribu jemaah. Wow! Banyak juga ya?
Arsitekturnya yang unik
            Setelah berfoto di halaman masjid, saya dan anak-anak tak puas. Kami memutuskan masuk ke dalam mesjid. Wah! Pantaslah kalau disebut sebagai Masjid Seribu Tiang. Bangunan Masjid Agung Al- Falah ini dilengkapi dengan kubah besar dan menara yang anggun menjulang. Melihat bangunannya, material yang digunakan adalah beton bertulang.  Sebutan Seribu Tiang itu dilambangkang oleh jejeran tiang-tiang masjid berwarna putih, tinggi yang anggun menyangga bangunan ini. 
Bagian dalam masjid yang sejuk. (doc.pribadi)
(doc. pribadi)

Jumlah tiangnya yang ratusan terbagi dua bentuk. Pertama, berbentuk tiang-tiang tinggi berwarna putih dengan tiga sulur ke atas sebagai penyanggah sekeliling atap masjid sebelah luar. Kedua, berupa tiang-tiang silinder berbalut tembaga sebagai penopang struktur kubah di area tengah bangunan masjid. Tembaga yang membalut tiang-tiang silinder ini memberikan kesan antik dan megah pada interior masjid.
Tiang-tiang kokoh penyangga bangunan masjid. (doc.pribadi)




Keunikan masjid ini terletak pada bangunannya yang terbuka tanpa tembok penutp bagian kiri, kanan dan depannya. Bahkan kami tak menemukan pintu serta jendela di sana. Menurut sejarahnya juga, konsep pembangunan masjid ini sesuai dengan namanya. Al-Falah dapat diartikan sebagai kemenangan. Menang, memberi makna kebebasan tanpa tekanan dan kungkungan. Filosofi itu mungkin telah melandasi konsep pembangunan serta penamaan mesjid Al-Falah ini sehingga bangunannya dibiarkan terbuka tanpa pintu dan jendela, sehingga umat muslim dari mana saja bebas masuk dan melaksanakan ibadah di dalamnya.
(doc. pribadi)
Paduan dua jenis tiang yang menguatkan. (doc.pribadi)
Konsep bangunan masjid yang terbuka ini memberikan udara bebas ke luar dan masuk, sehingga tak diperlukan AC atau alat penyejuk listrik lainnya. Kembali ke hiasan ornamennya. Kubah di dalam masjid dihias dengan ornamen garis-garis simetris, mirip dengan garis lintang dan bujur bola bumi. Lampu gantung berukuran besar dengan bahan tembaga melengkapi kemegahan ruang di bawah kubah masjid. Ukiran kaligrafi Al-Qur’an bewarna emas sangat menarik perhatian saya karena dipasang dalam posisi melengkungi ruang mihrab dan mimbar. Mimbar masjid ini selain berukir juga dilengkapi dengan sebuah kubah kecil.

Bagian dalam masjid. (doc.pribadi)

Bedug yang ditelakkan di bagian depan melengkapi keunikan masjid. (doc. pribadi)
Saat ingin meninggalkan masjid, pandangan saya tak luput dari kolam yang mirip kanal kecil terletak memanjang di sisi kanan mesjid. Kolam itu semakin unik karena ikan-ikan di dalamnya dipelihara sedemikian rupa. Katanya, agar binatang tak terlalu leluasa memasuki masjid yang tak berpintu itu.
Kolam ikan ini menambah kesan sejuk pada masjid. (doc.pribadi)
       Sayang, saya tak bisa melakukan sholat di masjid ini karena sedang berhalangan. Namun, hati ini sudah terpuaskan karena bebas mengambil foto dan mengabadikannya dalam catatan perjalanan kami. Semoga di lain kesempatan saya dan keluarga masih diberi kesempatan untuk mengunjungi Al-Falah, Masjid Seribu Tiang ini. Salam. [Wylvera W.]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...