Laman

Sabtu, 24 Maret 2018

Memilih Target Destinasi di Sydney


            Beberapa rencana sudah kami susun sebelum terbang ke Sydney. Namun tidak semua bisa terpenuhi. Banyaknya tempat-tempat menarik tidak sebanding dengan waktu yang kami miliki. Jadi, mari kita lupakan untuk memenuhi angan-angan mengunjugi Blue Mountains di kawasan Katoomba. Jum’at pagi itu adalah hari terakhir kami di Sydney setelah malamnya kembali dari Melbourne. Karena masih ada rencana membeli oleh-oleh di pasar murah, kami terpaksa mencoret Katoomba dan Blue Mountains dari daftar. Khawatir pasarnya tutup sebelum kami kembali dari Katoomba.

Menghabiskan waktu di area Opera House dan The Royal Botanic Gardens
            Seperti di cerita saya sebelumnya tentang tuan rumah sekaligus sahabat yang memberi tumpangan penginapan. Kami kembali dibekali sarapan pagi yang komplit sebelum memulai jadwal jalan-jalan di Sydney. Jadilah perjalanan di Jum’at pagi itu diawali dengan perut kenyang dan energi yang maksimal. 
Kalau sepi begini, puas fotoannya ;)
            Perjalanan menuju Opera House dan The Royal Botanic Gardens pun dimulai dari stasiun Punchbowl. Kurang dari setengah jam, kami tiba di Circural Quay Station. Dari stasiun itu kami menyusuri tepian pelabuhan. Masih sepi dan tidak banyak orang yang berlalu-lalang. Kami bisa menghirup udara laut di pagi itu dengan leluasa. Hingga sampailah kami di depan gedung Opera House yang menjadi salah satu ikon kota Sydney.

Opera House dari dekat
            Gedung yang bentuknya mirip cangkang raksasa ini tidak pernah sepi dari pengunjung di sepanjang tahun. Opera House yang masuk dalam daftar Situs Warisan Dunia Unesco di tahun 2007 ini, menjadi tempat beragam pertunjukan. Mulai dari teater, balet, dan seni lainnya. Dari Wikipedia yang saya baca, desain bangunan yang unik dari Opera House diperoleh dari sebuah kompetisi. Jorn Utzon dari Denmark lah yang memenangkan desain tersebut pada tahun 1955. Utzon sendiri pula yang datang ke Sydney untuk melakukan pengawasan pada proses pembangunannya di tahun 1957.

Puas jadi "model" :p
            Seolah ingin melakukan pemotretan khusus, kami pun berlagak seperti foto model. Beberapa spot kami manfaatkan untuk berpose. Saya tersenyum-senyum menyadari tingkah sendiri. Setelah melihat hasilnya, ternyata sungguh berbeda dari pengambilan foto yang kami lakukan di hari pertama tiba di Sydney. 
Menuju The Royal Botanic Gardens

Bangku taman yang pas untuk menikmati sekitar
            Letak Opera House bersebelahan dengan lokasi The Royal Botanic Gardens. Kebun botani ini dibuka untuk umum dan gratis pula. Kami sangat menikmati sisi luar taman yang asri ini. Letaknya menghadap Farm Cove di Timur Sydney Opera House, Circural Quay, dan Macquarie Street. 
Kebun, laut, dan modelnya - Padanan yang serasi :p
Kak Nuraida - teman traveling saya
            The Botanic Gardens didirikan oleh Gubernur Macquarie pada tahun 1816. The Botanic Gardens merupakan institute ilmiah tertua di Australia yang menampung ragam tanaman baik dari Australia maupun daerah lainnya. Kami tidak menyusuri sampai ke bagian dalam kebun tersebut karena lagi-lagi dibatasi oleh waktu.

Menuju Darling Harbour yang terkenal itu
            Dari The Botanic Gardens kami memutuskan untuk mampir ke Darling Harbour. Sebab tidak lengkap rasanya ke Sydney tanpa mengunjungi lokasi ini. Darling Harbour merupakan salah satu kawasan di Teluk Sydney. Nama Darling Harbour diambil dari nama Ralph Darling, seorang gubernur Jenderal New South Wales (1825 – 1831). Dari informasi yang saya baca, selama puluhan tahun pusat pelabuhan Sydney ini dikembangkan sebagai peringatan dua abad berdirinya Australia pada tahun 1988.
Sisi lain dari Darling Harbour

Pengunjung yang ramai di kawasan ini bukan turis dari luar melainkan warga setempat. Mereka betah ke Darling Harbour karena di sini banyak tersedia restoran seafood dan kafe. Selain menikmati kuliner, pengunjung juga bisa memuaskan diri berbelanja di Harbourside Shopping Centre. 

Bagian dari Museum Kelautan Australia
Di depan Australian National Maritime Museum
Di depan Hard Rock Cafe Sydney
Bagi yang membawa anak, bisa bermain di Tumbalong Park, ruang publik ramah anak yang menyediakan aneka permainan untuk mengasah kemampuan motorik. Di lokasi Darling Harbour juga terdapat sebuah gedung museum. Namanya Australian National Maritime Museum. Kami tidak masuk, sekadar berfoto di luarnya saja. Kami juga menyempatkan berfoto di depan gedung Hard Rock Café yang selalu ada di hampir setiap destinasi/negara yang saya kunjungi.

Jembatan pejalan kaki yang nyaman banget
Sinar matahari di siang menjelang sore itu lumayan menghangatkan kulit. Saya jadi teringat pesan teman yang mengingatkan bahwa untuk berkunjung ke Darling Harbour di musim panas, lebih baik sore hari. Selain udaranya tidak panas, sinar matahari sore yang berada tepat di kawasan itu, memberi kesan ciamik untuk mengambil foto.

Menikmati pemandangan dari Pyrmont Bridge
Dari Darling Harbour kami memilih berjalan kaki menyusuri Pyrmont Bridge. Jembatan Pyrmont merupakan jembatan berukuran besar dan lebar yang disediakan untuk para pejalan kaki. Kami bisa menikmati area Darling Harbour dari atas Pyrmont Bridge ini. Cantik! Gumam saya berulang sambil jeprat-jepret. 
Pyrmont Bridge masih lengang
Istirahat sejenak
Pemandangan sisi lain Darling Harbour dari Jembatan Pyrmont
Jembatan ini cukup lebar buat para pejalan kaki. Sesuai peruntukannya, tidak satu pun yang nekat menerobos jembatan ini dengan kendaraan. Kedisplinan warga patut jadi contoh bagi yang hobi melakukan pelanggaran.

Berburu barang murah di Paddys Market
Waktu semakin bergerak menuju sore hari. Tujuan akhir kami adalah Paddy’s Market. Sebelum tutup, kami mempercepat langkah. Dari Pyrmont Bridge kami kembali melanjutkan berjalan kaki hingga memasuki kawasan China Town. Tidak heran jika mulai terlihat toko-toko berjajar di sepanjang jalan yang menjajakan kebutuhan pakaian dan makanan. Bangsa Cina memang ahlinya berdagang. Di Beberapa negara yang saya kunjungi, mereka selalu membuka kawasan perdagangan yang memancing turis untuk berbelanja.
“Kalau tidak berniat hunting barang branded, pergilah ke Paddys Market. Di sana kalian akan menemukan barang-barang yang sangat terjangku harganya,” begitu pesan salah seorang teman sebelum kami berangkat ke Sydney.

Penampakan Paddys Market yang menyatu dengan Market City
Letak Paddys Market tidak jauh dari George Street yang sempat kami lewati sehari sebelum menuju Melbourne. Kami juga sempat mampir di Market City yang berdampingan dengan Paddys Market di hari itu. Paddys Market sendiri berada di dalam gedung kuno berwarna merah bata. Posisinya bersisian dengan kawasan China Town. 
Harganya murah - meriah
Bayangan lokasi yang kotor tidak terbukti. Lumayan bersih dan nyaman untuk berkeliling melihat-lihat barang yang dijual. Jarak antara satu toko dengan toko lainnya pun lebih lebar sehingga tidak khawatir saling senggol saat sibuk memilih. Namun jangan harap menemukan barang bermerek di Paddys Market. Tidak ada. Saya memilih barang-barang semacam suvenir yang bisa dibawa sebagai oleh-oleh saja. Termasuk tas-tas, dompet/pouch lucu yang terbuat dari kain, dan beberapa suvenir dengan lambang Australia. 

Burungnya pada lapar :'(
Melepas penat bermain bersama burung-burung liar ini
Setelah puas memilih oleh-oleh murmer di Paddys Market, kami memutuskan kembali ke Punchbowl. Beberapa ratus meter lagi menuju stasiun, rasa lelah mulai menghampiri. Kami sempatkan beristirahat sejenak di taman (saya lupa namanya). Yang saya ingat, saya sempat bermain dengan burung-burung di taman itu. Lumayan untuk mengusir rasa pegal di kaki dan tangan yang menenteng barang belanjaan.

Selamat tinggal Sydney
            Pagi menjelang kepulangan kami, ada rasa haru yang menyelinap di hati saya. Kenyamanan, keakraban, serta pelayanan yang super hangat penuh kekeluargaan dari Fendi dan Leila (dua sahabat yang baik hati) selama kami di rumah mereka, menjadi pemberat hati kami meninggalkannya. Namun kami harus pulang. Ada keluarga yang sudah menunggu kami di Jakarta dan Bekasi. 
Berpisah itu memang nggak enak banget :'(
           Masih tidak puas memberi kenyamanan, keluarga Fendi mengantarkan kami sampai ke bandara. Putri bungsunya terlihat berat melepas kepulangan saya dan Kak Nuraida. Setelah memeluk kami sekali, dia kembali ke Ibunya. Tanpa diduga Amira berlari kembali mendekati kami dan memeluk dengan hangat. Saya bisikkan di telinganya, “In shaa Allah, Tante akan datang lagi ya.” Bibirnya tersenyum walaupun ia tidak bisa berhasa Indonesia. 
Menunggu menit-menit kepulangan ke tanah air
            Inilah akhir dari catatan saya selama berada di Sydney dan Melbourne. Jika ingin mengikuti rangkain catatan dari awal, silakan mampir di beberapa link yang ada di blog saya ini. [Wylvera W.]

Note:
1. http://www.wylveraleisure.com/2017/12/hari-pertama-di-sydney.html
2. http://www.wylveraleisure.com/2017/12/gerimis-di-sydney.html
3. http://www.wylveraleisure.com/2018/01/hari-pertama-di-melbourne.html
4. http://www.wylveraleisure.com/2018/01/dari-federation-square-sampai-st-kilda.html
5. http://www.wylveraleisure.com/2018/03/dari-melbourne-zoo-ke-roxy-kebabs.html



4 komentar: